Minggu, 08 Februari 2009

Onny Kresnawan: Alternatif ketika Jurnalis Tak Lagi di Media



Oleh Khairiah Lubis

Jurnalis televisi, karena kesehariannya yang bersama kamera, mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menjadi seorang filmmaker. Inilah yang dilakoni Onny Kresnawan, setelah tidak lagi menjadi jurnalis televisi salah satu televisi swasta nasional di Indonesia. Menjadi seorang filmmaker untuk jenis dokumenter yang diperlukan sebagai media campaign LSM. Seperti SoI File Documentary yang didirikannya bersama delapan orang temannya, menjadikan media campaign untuk NGO Sources of Indonesia (SoI).
Sejak didirikannya di tahun 2006, SoI File Documentary (SFD) sudah menghasilkan beberapa karya dokumenter seperti "Kinter" yang menceritakan tentang bencana banjir di Langkat. "Alam Menangis Warga Menggugat" yang mengambil permasalahan Desa Doulu, Semangat Gunung. "Cair" yang bercerita tentang konservasi alam di Tahura, " Menapak Jejak Tahura, Menjemput Asa", dan beberapa video report lainnya.

Menurut Pria yang hobby memasak ini, di tengah perkembangan teknologi saat ini, muncul kebutuhan-kebutuhan baru orang terhadap dokumentasi. “Sekarang orang pingin segala hal yang menyangkut hidupnya didokumentasikan. Ini bisa jadi peluang,” kata Onny.

Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di daerah, menurut Onny, juga perlu didokumentasikan dengan baik, biar bisa jadi bukti sejarah dan diceriktan kepada generasi selanjutnya suatu waktu nanti. “Harusnya pemerintah punya satu bagian yang khusus melakukan dokumentasi terhadap peristiwa besar yang terjadi didaerah ini. Jadi kita punya arsip,” kata mantan mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (STIKP) ini.

Ini jugalah yang akan mereka kerjakan di SFD. Onny menjelaskan, SFD ingin menjadi pusat dokumentasi seluruh peristiwa yang ada di Sumatera Utara, sehingga ketika orang butuh untuk mengetahui bagaimana terjadinya suatu peristiwa, maka mereka bisa mencari di SFD.

Onny yang juga masih aktif sebagai KorDiv. Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan ini punya ciri khusus dalam film yang dibuatnya. Ia menyukai dokumenter yang natural. Sehingga filmnya tidak ia buat dalam bentuk naratif namun tetap berdasar dari konsep faktualitas, naturalitas dan kejujuran. Ini bisa terlihat dalam film dokumenternya "Pantang di Jaring Halus" yang menceritakan tentang budaya masyarakat di Jaring Halus, Langkat yang masih mempercayai tradisi leluhur. Barangkali karena naturalnya itu pula film yang ia buat pertengahan 2007 menjadi nominator di Festival Film Pendek Konfiden 2007 dan diputar di Taman Ismail Marzuki. Kemudian film tersebut mendapat penghargaan terbaik I di J-Festival Jawa Timur. Menyusul satu tahun kemudian, Film Dokumenter yang di sutradarai Onny dengan judul "BADAI" yakni singkatan dari Berharap Air Di Atas Air meraih juara III dalam Festival Film AIR FORKAMI di Jakarta pada 2008.

Membuat film dokumenter yang natural-tanpa narasi (Ovservation Documentary), tentu mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Gambar yang diambil harus benar-benar bisa berbicara tanpa bantuan narasinya. Praktis visualisasi dan narasumber harus kuat untuk menyampaikan pesan filmnya. Tapi di sinilah letak keasyikannya menurut Onny. Dia sangat menyenangi dunia natural dokumenternya itu saat ini.

Begitupun bukan berarti Onny tak ahli memproduksi film cerita. Terbukti, film yang diproduksi dengan PKPA Medan bersama anak-anak di Pulau Sinabang, Aceh mampu mengelitik hati dewan juri di Kompetisi Video Diary Yamaha 2008 untuk meraih juara I. Terakhir, dipenghujung 2008 film yang bercerita tentang perkawinan usia dini dan kekerasan dalam rumah tangga di Pulau Nias, yakni judul "Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan" yang di sutradarai Onny mendapat apresiasi luar biasa dari publik sebagai bentuk media campaign. Uniknya, film bergendre dokudrama itu di produksi dengan melibatkan langsung anak-anak di Nias sebagai pemerannya.

Tentu Onny belum puas sampai di situ, ia kini bersama teman-temannya di komunitas yang baru yakni Sineas Film Documentary (SFD) terus berkarya. Garapannya saat ini, tengah mempersiapkan Festival Film Anak (FFA) 2009. Berharap, di wadah ini sineas anak dan sineas berperspektif anak di seluruh Indonesia akan mengekpresikan sekaligus adu karya-nya. SEMOGA.
Dikutip dari Harian Medan Bisnis dan Sumber tambahan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar